Monday, 8 December 2014

Rindu yang terobati

Kicau burung yang kau bicarakan, ia sudah mulai terdengar di telinga. Ia tak sendiri, ia bersama dengan teman yang lain, sehingga kicauan itu terdengar nampak indah. Dedaunan yang hijau telah basah oleh embun yang hinggap di tubuhnya, ia kembali segar.

Namun, di celah-celah keindahan yang mulai nampak, tiba-tiba ada suara yang menggetarkan telinga… Kringgg… kring… kring…  dan ia masih terlelap dalam mimpi, hingga untuk yang kedua kalinya ia terbangun dari mimpi itu… Kring…. Kring… kring.. dengan mata yang masih terpejam, dan kondisi yang belum tersadarkan, ia segera mengangkat dering suara yang menggetarkan itu… “Halo… Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumussalam wr.wb… hei, kau belum terbangun ,  padahal sebentar lagi mentari nampak di pelupuk mata, sudah jam 04:30 ini… ayooo bangun, pastilah kau belum shalat.. ” suara itu jelas sekali terdengar di telinganya, sehingga ia langsung terbangun dari tidurnya. Yang semula terbaring langsung beranjak duduk.  Dan dengan suara yang datar ia menjawab, “iya kak… Rara belum shalat… tumben kak Redho  menelpon Rara pagi-pagi sekali, ada apa kak?” karena biasanya Redho hanya menelpon adik kesayangannya ketika menjelang sore, setelah banyak tenaga yang menguras tubuhnya. “Iya Ra, nanti Rara bisa jemput kak Redho di bandara? Jemput sekitar jam 05.30.”, dengan suara senang dan meyakinkan, gadis kecil itu langsung menjawab “kak Redho pulang ke jogja?” (Ra… Rara… suara ayah yang selalu membangunkannya) dengan suara meyakinkan, pemuda itu menjawab “iya Rara… nah, sepertinya papa sudah membangunkanmu. Ayooo… buruan shalat.. jangan lupa. Jemput kakak. Assamu’alaikum adik sholihah…” karena kakaknya sudah mengakhiri percakapan dengan salam, maka mau tidak mau ia harus menutupnya dengan salam pula. “wa’alaikumussalam wr.wb. oke” percakapan pagi itu langsung berakhir. Ia menutup telponnya dan kembali meletakkannya di atas dipan. Dan panggilan ayahnya pun kembali datang “Ra… Rara… bangun…” suara orangtua itu terdengar jelas di bawah tangga… “iya pa…. Rara sudah bangun. Ini mau shalat…” (suara lirih hati ayahnya pun berkata: tumben sekali anak itu sudah bangun,).


Seperti biasa, setelah selesai shalat ia langsung turun untuk menyantap masakan ibunya. Tapi pagi itu tak sepert biasanya, meja yang biasanya dihiasi oleh makanan, tapi kali ini tak nampak satu makanan pun diatas meja. Ayah yang memperhatikan wajah anaknya tertawa dan berjalan mendekati anaknya seraya berkata “mukamu kenapa ditekuk seperti mentari yang enggan menampakkan sinarnya?” karena orangtuanya sudah lebih dahulu mengetahui bahwa anak pertamanya akan pulang, maka orangtuanya berniat untuk makan bersama diluar dan tidak makan dirumah seperti biasanya. “kok, gak ada makanan pa? mama belum masak kah? Atau mama kesiangan jadi gak masak” pikiran negatifnya sudah timbul mengelilingi kepalanya “bukan Ra, mama gk kesiangan, emangnya kamu yang suka bangun kesiangan” (ayahnya tertawa) “trus kenapa pa?” lalu ayahnya mengusap kepala anaknya yang berdiri disampingnya sambil tertawa kecil “kita nanti makan diluar, karena hari ini kakakmu pulang dari kairo.” Dengan mata yang melotot dan tangan bersimpul, ia menjawab “kok papa gak ngasih tau Rara, kalau kak Redho pulang hari ini?” ayah dua anak itu tertawa kecil melihat tingkah laku anaknya yang satu ini. “sudah… ayo siap-siap… nanti kita terlambat menjemput kakakmu, kan kasihan jika kakakmu menunggu terlalu lama…” seketika muka yang masam itu berubah menjadi gembira, dan tanpa bicara dua kali, gadis kecil itu langsung berlari sambil bersorak sorak… “hore… kak Redho pulang…”
“jangan teriak-teriak Ra, kasihan tetangga yang masih istirahat..” ayahnya berbicara sambil tertawa kecil. Tanpa melihat ayahnya dan tetap berlari ia menjawab “iya pa, Rara lupa...”
Bagaimana ia tidak bersorak ria… kakak yang ia rindukan, kakak yang selalu menjadi tempat ia bercerita kini pulang ke rumah yang bercahaya itu. Karena semenjak ia ditinggal kakak tersayangnya untuk melanjutkan study-nya di kairo, ia tidak pernah bisa bercerita lama di telpon. Sekarang ia bisa bercerita lebih lama…

Karena tak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu gadis kecil itu siap-siap, jadi mereka bisa menjemput tepat waktu. Selama diperjalanan ia tak banyak bicara, karena ia terlalu disibukkan dengan mata yang tertuju pada suasana lalu lintas di pagi hari. Sesekali ia bertanya kepada ayahnya yang sedang menyetir, bertanya hal-hal yang tak ia mengerti seperti “pa, kenapa pagi-pagi buta kayak gini udah banyak yang kesana kemari?” bukan ayah yang akan menjawab pertanyaannya kali ini, melainkan sang ibu”karena pagi-pagi seperti ini suasana yang bagus untuk melakukan aktivitas, udaranya masih segar, Ra..” gadis kecil itu hanya mengangguk kan kepalanya, tanda ia sudah mengerti dan kembali melihat suasana disekitarnya.

Tak terasa, perjalan yang membutuhkan waktu 30 menit itu, akhirnya sampai juga. Karena tak sabar ingin berjumpa dengan kakaknya, ia bersegera turun dari mobil dengan raut muka yang begitu cerah, dan mereka berjalan kearah pintu keluar penumpang, sesampai di pintu keluar gadis kecil itu menoleh kekanan dan kekiri, mencari kakaknya “Pa, sekarang jam berapa pa? Kok kakak belum keluar-keluar” belum lama ia bertanya kepada ayahnya, kakak yang dinanti pun tiba. “itu kak Redho...” ujar ayahnya. Tanpa berkata-kata lagi, ia langsung berlari kearah kakaknya “Kak Redho.........” ia teriak seolah-olah tak ada siapapun di sekitarnya. “Rara sholihah...” kakaknya mejawab panggilan adik kesayangannya, rasa rindu itu serasa hilang sejenak saat melihat raut muka kakaknya. Peluk dan salam dibandara itu merupakan salah satu simbolis bahwa sekeping rindu itu tengah terobati.


~Rindu Azzahra~

No comments: