Di sudut kota yang ramai, tepatnya
ditaman dan kerumunan orang yang sedang melakukan aktivitas, terdapat dua insan
yang sedang bercakap...
Tak lama... pemuda itu langsung membuka
topik percakapannya “Dari barat kudengar kicauan burung menyampaikan
kata-katanya kepadaku, jikalau kau adalah seorang –Akhwat yang tangguh-, apakah
benar saudaraku?... (gadis kecil itu membisu
sambil menatap rumput di bawah kakinya) Mungkin aku harus bertanya
berulang-ulang kepadamu. Apakah benar engkau seorang –Akhwat tangguh-? (kali ini ia masih tetap membisu).. Jawab
saudaraku, jawab... tataplah mata kakakmu ini, jika kata-kata itu benar. Kenapa
engkau hanya diam? Kenapa engkau tak menjawab satu patah kata pun?”
Karena tak tega melihat adik kesayangannya
terus menjatuhkan air mata, ia sejenak menghentikan kata-kata yang keluar dari
bibirnya seraya memeluk adiknya. Setelah sekian lama membisu, akhirnya gadis
kecil itu menjawab pertanyaan kakaknya. Sebenarnya dari tadi ia ingin mencoba menjawab,
tapi lidahnya kelu untuk berkata-kata. Hanya tangis yang mampu menjawab
pertanyaan itu. Dan ketika saudaranya kembali bertanya untuk kesekian kalinya...
baru ia bisa mengangkat bibirnya.
“Iya kak, Rara hanya mencoba
memperbaiki sikap Rara, sama seperti kakak yang tengah berjuang memperbaikinya”.
Kakak yang tidak jauh beda
usianya dengan Rara tersenyum ketika mendengar jawaban adiknya. “Kita sama-sama
berjuang Ra, sama-sama berjuang di jalan Allah, untuk mengapai Ridho-Nya,
sekarang apa yang membawa akhwat tangguh kakak menginginkan bertemu dengan
kakak? ” (Redho tersenyum sambil menatap
adiknya)
“Kak....” suara gadis kecil itu
tersekak sejenak bersama tangis, untuk kemudian itu ia melanjutkannya lagi. “Kak,
benarkah Allah sedang menguji Rara?” tatapan itu sudah tak melihat rumput, ia
sudah beralih kepada pemuda yang ada disampingnya. Kembali senyum itu yang
manyapa hangat Rara “Allah itu selalu menguji hamba-Nya, menguji untuk menaikan
kadar keimanan hamba-Nya, menaikkan level, dan menguji seberapa kuat ia
bersabar dan ikhlas menerimanya. Kenapa Rara tiba-tiba bertanya seperti itu
kepada kakak? apakah Rara sedang di uji oleh Allah? Kalau boleh tau, Rara di
uji dengan apa? UTS kah? Haha..”(ia
sedikit menghibur adiknya).

Sambil mengusap kepala adik
kecilnya, pemuda itu berlirih “Ohhh... jadi ini toh yang membawa burung itu
menyampaikan kata-katanya. Baiklah Rara, kakak ingin menjawab pertanyaan Rara. Tapi
sebelum kak Redho menjawabnya, kak Redho ingin bertanya kepada Rara, apa yang
membuat ia menyukaimu?” dengan wajah yang tidak mengerti ia hanya menjawab “entahlah
kak.. Rara pun tak mengerti..”
“lantas darimana Rara tau,
jikalau ia menyukaimu?”
“dari orang yang menyampaikan
kepada Rara, kak...”
“Hanya, sebatas itukah?” pemuda
itu berlirih sambil menatap adiknya.
“Iya kak...” ia hanya menjawab
dengan singkat
“Rara jangan mudah percaya kepada
orang yang menyampaikan kata-kata itu. Karena bisa jadi, kata-kata itu untuk
dirinya sendiri. Pada hakikatnya orang jatuh cinta itu hanya ada dua pilihan,
mengungkapkannya secara langsung atau tidak sama sekali. Sekarang, mana yang
Rara rasakan?” senyum dan tatapan itu beralih ke Rara yang kembali menundukkan
matanya kerumput.
“Rara tetap saja tidak tau kak...
tohhh ia tidak pernah mengungkapkannya secara langsung. Namun Rara merasa ada
yang beda dari cara ia berkomunikasi dengan Rara.” Tatapan itu sudah tidak
menunduk lagi, ia telah terbangun, dan seketika melihat wajah kakaknya.
“Aduh adikku sayang, adikku
malang... katanya akhwat tangguh, kenapa kau malah menangis dengan itu.. dasar orang aneh. (kata-kata yang selalu dilontarkan kepada Rara), Rara tidak salah
sayang.. karena kita tidak bisa menyalahkan Cinta.... Baiklah, tadi ada dua pilihan. Pertama, orang yang mengungkapkan secara
langsung baik dengan berbicara langsung atau melalui perhatian yang ia
lontarkan kepada Rara. Kedua, ia
tidak mengungkapkan, bahkan Rara tidak bisa mengetahui apakah ia menyukai Rara
atau tidak. karena orang yang seperti ini, ia yakin bahwa hanya Allah yang ada
dihatinya, dan cukup bagi Allah untuk memberi apa yang ia harapkan, tanpa harus
ia melontarkannya.”
Sejenak percakapan itu lenggang. Untuk
kemudian dilanjutkan dengan tarikan nafas Redho yang cukup panjang, “Bisa jadi
yang Rara hadapi sekarang adalah kategori pertama, Rara tidak bisa memahami,
apakah ia menyukai Rara atau tidak, karena ia tidak mengungkapkannya secara
langsung, tapi Rara merasa ada yang beda dari cara ia berkomunikasi kepada Rara.
Nah...kategori ini yang harus Rara perhatikan baik-baik. Terkadang kita merasa
bahwa komunikasi kita dengannya baik-baik saja, tapi sebenarnya tidak. ada yang
menyelinap di balik komunikasi itu. Ada
virus yang sedang merajalela bersama aliran-aliran darah. Karena tidak mungkin
seseorang itu jatuh jika tak ada yang menyandungnya. Maka, kita sendiri yang
harus pandai menyikapinya. Cinta itu fitrah Ra, kita tidak bisa menyalahkannya.
Namun, ada hal yang harus kita perhatikan yaitu perilaku kita, terkadang memang
tak kita sadari, bahwa perilaku kita sudah membuatnya jatuh. Interaksi yang
harus di tekankan disini Ra, bagaimana cara kita menjaga interaksi itu,
bagaimana cara kita mengimlementasikannya. Syaitan itu selalu bersama kita, ia
memiliki tugas untuk selalu menjerumuskan kita. Namun... kembali ke diri kita,
bagaimana cara kita menyikapinya, melawannya dengan dzikir-dzikir yang selalu
kita lantunkan. Sekarang coba Rara renungkan, apakah Rara sudah bersikap yang
semestinya bersikap?”
Masih dengan menatap rumput ia
berlirih “kayaknya belum kak...”
“Nah... kalau belum, mari perbaiki
sikap. Bukankah Rara ingin memperbaiki sikap... Rara pernah lihat puteri malu
kan? Coba kita mengambil ilmu yang ada di dirinya. Ia tidak akan menutup, jika
ia tak disentuh oleh orang lain, tubuhnya dilindungi dengan banyak duri, bunga
yang cantik, dan akar yang kuat. Meski tubuhnya dipenuhi dengan duri, tapi duri
itulah yang mampu membawanya bertahan lebih lama. Akar itu yang membuatnya
menjadi kokoh, tak bisa dikalahkan, kecuali kematian yang akan ia hadapi. ia
malu untuk di sentuh atau menyentuh hati orang lain, meski bunga yang ada pada
dirinya sangat disukai orang lain. ada hadits tentang malu kan Ra? Apa coba?”
“Malu itu sebagian dari iman...”
ia menjawab dengan suara lirih
“yapp benar... pinter ya Rara...”
pemuda itu tersenyum sambil mengusap kepala gadis kecil itu. “sekarang Rara
implementasikan ya... Alhamdulillah jikalau Rara hari ini menangis karena malu,
malu tidak bisa menjaga interaksi itu, malu karena Rara telah membuatnya jatuh
cinta. Rara pernah dengar hadits ini? Bahwa Utsman bin Affan pernah mengatakan,
salah satu ciri orang yang bijaksana itu ~hatinya selalu berniat suci dan kedua
matanya senantiasa menangis karena penyesalan terhadap dosa~ semoga tangis Rara
saat ini termasuk bagian penyesalan terhadap apa yang telah Rara perbuat...”
“Aamiin... terimakasih kak
Redho.. Rara sekarang sudah menemukan jawabannya, Rara takut cerita sama Papa
dan Mama, jadi Rara cerita sama kakak...” ia mengangkat wajahnya dan ternyum
kepada kakaknya.
“Tidak mengapa adik ku sayang...
semoga percakapan kita sore ini bermanfaat untuk kita. mentari di pelupuk mata
sudah hampir tenggelam Ra... Mari kita pulang...” pemuda yang awalnya duduk
kemudian beranjak berdiri sambil menjulurkan tangannya kepada gadis kecil itu.
Ketika kedua-duanya telah beranjak
pergi meninggalkan tempat duduk itu, kakaknya bertanya dengan suara lirih “jadi apa yang bisa di ambil dari percakapan
kita hari ini, Ra?”
“intinya, kita jangan terlena
dengan interaksi. Kita harus menjaganya, seperti puteri malu yang menjaga
dirinya... ” ia mengakhirinya dengan senyum.
“Semoga engkau menjadi akhwat yang tangguh, sayang... yang bisa menjaga
diri dari fitnah, begitu pun denganku” suara hati pemuda itu berkata sambil
menatap keceriaan adiknya.
No comments:
Post a Comment