Wednesday, 29 October 2014

Sudahkah Kita Tarbiyah?

Pertanyaan itu kerap kali muncul dalam bayang-banyang semu kita. Bahkan ketika bercermin pun timbul pertanyaan “jilbab gede udah bisa apa? Udah kasih apa? Liqo’nya jalankah? akhlaknya tercermin seperti jilbab inikah? ”. kerap kali pertanyaan-pertanyaan itu muncul. Terkadang terlintas dibenak, apakah ini yang katanya –orang- anak tarbiyah? Yang gini ni?... sudah. Lupakan!  Itu hanya pertanyaan yang membuat kita akan menjadi lebih bingung. Dan sebenarnya bukan itu pertanyaannya. Melainkan ini pertanyaannya:
a. Apakah kita telah tarbiyah karena kita memiliki murabbi? 
b. Apakah kita telah tarbiyah karena kita telah memiliki liqa’ pekanan? 
c. Apakah kita telah tarbiyah karena kita telah mendapatkan materi yang berkelanjutan?
Sejatinya pertanyaan itu yang terus membuat kita melangkah kedepan, bertahan meski tak mengerti. Baiklah sobat, mungkin saya akan memaparkan sedikit dari pertanyaan-pertanyaan diatas, pemaparan ini sejati saya ambil dari buku yang berjudul –SUDAHKAH KITA TARBIYAH?-.

Pertanyaan –pertanyaan itu akan  terjawab dengan bebarapa hal berikut:
  1. Kita sudah tarbiyah, jika kita terbuka terhadap perubahan

Terbuka terhadap perubahan terkadang membuat kita seolah-olah bebas dari jeratan yang membuat hati kecil terus bertanya-tanya, ”akankah diri ini mampu berubah layaknya –orang itu -?” Padahal jelas sekali, terkadang –orang- yang ditunjuk itu pun telah melewati fase yang rumit, tetapi ia memiliki tekad yang kuat untuk berubah. Beda halnya lagi dengan orang yang mengoreksi kita,” mbok kamu tu jangan kayak gitu...” terkadang kita menjawab “aku gak bisa berubah, aku ya  memang kayak gini, gk bisa dirubah lagi... bla bla bla”. Terkadang yang katanya -kader- saja bisa berkata seperti itu, lantas dari sisi mananya ia bisa berubah? Toh bukannya sama saja dengan yang lain? Lantas apa bedanya?
Pada hakikatnya yang membedakan -kader- dengan yang lain adalah perubahan. bukan malah tidak ingin berubah. Sakit? Memang ! kata siapa berubah itu tidak sakit. Karena perubahan memiliki fase-fase yang kita sendiri belum tentu memahaminya namun orang lain memahaminya. Jika kita ingin berubah, maka berubahlah yang semestinya berubah, bukan berubah yang semestinya tidak diharapkan. bak sebuah ulat, ia bertahan lamanya untuk menjadi sebuah kepompong, ia bersabar, hingga ia akan berubah menjadi kepompong lalu ia akan berubah lagi menjadi hal yang indah.

2. Kita sudah tarbiyah, jika mampu bersikap dengan tegas dan menghindarkan diri dari sikap agresif

           Agresif? Why not? Tetapi agresif yang seperti apa? Agresif yang mampu membuat orang lain sakit? Agresif yang tanpa pemikiran? Agresif yang tanpa diskusi? Bukan itu sobat. Tetapi agresif yang memiliki jiwa yang tegas, karena kita dituntut untuk bersikap tegas, tegas terhadap diri kita dan orang lain, tegas dalam mengambil keputusan. Jika kita mempunyai prinsip, maka prinsip itu harus kita paparkan dengan tegas, bukan letoy atau lemah.

          3. Kita sudah tarbiyah, jika kita menjadi pribadi yang proaktif.

Aktif memang menjadikan orang tersebut bisa dikenal dengan banyak orang, dengan kata-katanya yang piawai dan tegas. Tapi tidak menutup kemungkinan setiap apa yang ia lakukan selalu dipandang baik, kadang kalanya, aktif membuat hati semakin gemetar untuk selalu menyampaikan asprasinya, tanpa melihat ada orang lain yang ingin menyampaikan aspirasinya. Kalau seadainya orang aktif itu berbicara -mungkin- ia akan berkata “saya adalah orang yang aktif, pasti setiap perkataan saya akan di-iya-kan olah orang-orang ini”. Bukankah ini akan menjadikannya serakah, bukankah ini akan menjadikan hatinya tertutup? Aktif bukan seperti itu sobat.  
Ada beberapa kriteria yang membuat orang aktif dan sesuai dengan ranahnya: pertama, Ia yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, ia yang cepat menyesuaika diri dengan lingkungannya belum tentu ia mampu menyesuaikan diri ketika menghadiri sebuah forum. Orang yang seperti ini, ia memiliki dua kemungkinan, yaitu antara ia mampu memahaminya tapi tidak mampu menyampaikannya atau ia tidak mampu memahami apa yang sedang dibicarakan. Orang yang seperti harus dipancing, agar ada celah dimana ia bisa angkat bicara.
Kedua, Ia aktif dalam forum-forum diskusi, tapi ia belum bisa menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya. Orang seperti harus ada yang mampu mengajaknya, setidaknya selalu menemaninya untuk menyesuaikan diri terhadap liingkungan. Ketiga, Ia aktif di kedua-duanya (lingkungan dan forum). Dan terakhir keempat, Ia -belum- aktif di kedua-duanya (lingkunga dan forum). Orang yang aktif di kedua-duanya atau pun tidak, ia memiliki kecenderungan yang berbeda. Baik dalam ghiroh maupun kapasitasnya.
Aktif tidak menjanjikan kita, bahwa kita akan selalu mendapatkan apa yang ingin kita dapatkan. Tapi setidaknya dengan ke-aktif-an kita, kita mampu menyampaikan aspirasi kita terhadap orang lain, tanpa menyakiti hati orang lain dan tanpa mengambil celah orang lain untuk angkat bicara. Karena aktif itu ia yang mampu memberikan semangat dan celah bagi orang lain untuk berbicara. 
4.Kita sudah tarbiyah, jika kita menjadi pribadi yang memiliki sikap mawas diri
Terkadang -gajah- dipelupuk mata kerap kali tampak terlampau kecil, namun –kuman- atau bahkan -bayi kuman- orang lain tampak jelas di depan mata. Orang yang katanya -kader- saja masih bisa menyalahkan orang lain tanpa melihat bahwa terdapat kesalahannya terhadap orang lain. orang awam yang melihat penampilan bahwa “oww, dia seorang kader, pastilah ia begitu baik”. Orang yang melihat bahwa diri ini seorang -kader- terkadang hanya melihat tampilan depannya saja, tanpa melihat isi dalam dadanya. Coba saja jikalau ia adalah bagian dari kader ini, pastilah ia sangat kecewa dengan tingkah lakunya. Karena seorang kader pun mampu menuding kader yang lain “eh, kamu itu mbok kerjanya yang bagus.. yang profesional.. jangan kayak gini, berantakan semua”. Seolah-olah hanya ia yang mampu mengerjakannya, seolah-olah dialah yang paling bagus kerjaannya. Lantas apakah ini seorang yang katanya kader? Ia yang pandai mengungkit kesalahan orang lain. sedang kesalahannya selalu ingin ditutupi. Bukankah Allah telah menjanjikan “Barang siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya di depan saudaranya”. Mungkin bukan sekarang Allah membuka aibnya, melainkan di di hari yang lain Allah akan membukanya.
Kita memang bukanlah malaikat, tapi kita coba menjadi seorang malaikat untuk saudara kita. Pahami kesalahan diri sendiri, sebelum mencatat kesalahan orang lain.
 5.  Kita sudah tarbiyah, jika kita menjadi pribadi yang mandiri.
Mandiri itu sama halnya dengan ia mampu menahan hawa nafsu atau ia mampu membelokkan hawa nafsu itu agar manjadi lebih bermanfaat lagi. Seperti ia mengemudi kendaraan, ia mengerti tujuannya, jika ia salah dalam perjalanan maka ia akan merugi, rugi tenaga, waktu, uang, dll.
“Hati yang diisi dengan hal-hal yang buruk akan menyebabkan pola pikir dan pola gerak yang tidak teratur dan rapuh” –Dr. Yusuf Qardhawi-
Hati ini terkadang memiliki nafsu yang tidak mampu untuk di bendung, ada-ada saja yang akan ia dikerjakan. Tapi jika kita mampu menahannya, maka akan kita dapatkan hasil yang lebih bermanfaat.
6. Kita sudah tarbiyah, jika kita adalah sosok yang berperasaan, tetapi tidak emosional
Berpersaan tapi tidak emosional sama halnya dengan berperasaan dan melihat hati orang lain. ia tak hanya pandai dalam berbicara, tapi ia pandai melihat situasi saat berbicara. Terkadang kita ada orang yang bilang “kamu itu selalu saja begini, gak pernah begitu, coba kamu itu kayak dia..” lah ini malah membandingkan, jangan sampai kita ingin berbicara kepada orang lain tapi kita tidak melihat situasi hatinya, -mungkin- bisa saja saat itu hatinya sedang tidak baik atau ia sedang memiliki masalah yang jauh lebih bermasalah dari masalah yang ia hadapi sekarang. Jika kita ingin berbicara dengan orang lain, pastikan hatinya sedang dalam keadaan baik, atau bisa saja kita awali dengan pertanyaan, semisal “gimana kabarnya hari ini, atau gimana kabar hati hari ini”. Disitu kita akan mengerti perasaan orang tersebut.
Banyak yang bertanya dengan emosional tanpa memikirkan perasaan. Jika kita ingin memperlakukan orang lain. maka perlakukanlah orang tersebut seperti kita ingin di perlakukan. 

7. Kita sudah tarbiyah, jika kita sanggup belajar dari kesalahan

Kesalahan terkadang membuat orang lupa, sehingga membuatnya mati dengan kesalahan. Jika kita berbuat kesalahan, maka terpukul dan sakit adalah hal yang wajar, tapi yang tidak wajar adalah ia yang bisa bangkit dari rasa terpukul dan sakit itu.
Ketika kemampuan untuk belajarnya sudah sirna maka kemampuan untuk berubahnya pun telah sirna.  Jangan jadikan kesalahan sebuah -traumatis- yang terus menghantui kita untuk tidak berubah, tapi jadikan ia sebuah -dramastis- yang membuat kita bangkit dari kesalahan.
8. Kita sudah tarbiyah, jika hidup dimasa sekarang, bersikap realistis, dan berfikir relatif
Hidup dimasa sekarang jauh lebih penting, dibandingkan dengan mengungkit masa lalu, bersikap jujur jauh lebih penting dari bersikap bohong, meski kejujuran itu pahit, berfikir yang sesuai, yang mampu di cerna dengan orang lain jauh lebih penting dari pada berfikir yang -melangit- tapi tidak semua orang memahaminya. Sikap-sikap ini yang membuat kita bisa terus maju dan bertahan dimasa depan. Masa lalu hanya akan menghambat apa yang kita kerjakan dimasa kini. Jika ingin berubah, berubahlah dengan total. Lupakan masa lalu. Bangkit dari keterpurkan itu, enyahkanlah iya.

         Sobat, semoga apa yang sudah saya paparkan mampu menjadikan kita seorang -kader- yang mampu membuat orang lain bahagia, jika ia berada disamping kita. Selain membuat orang lain bahagia, kita mampu membuat hati kecil kita tergoyahkan untuk menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanfaat dan mampu berubah yang semestinya berubah.
“jika kita ingin memiliki bunga yang mekar dengan indah dalam diri kita, maka kita harus memupuk dan menyiramnya setiap hari, agar ia tidak terjatuh dan mati.”
#zarifazahrah 29 Oktober 2014 @Rumah cahaya

No comments: