Monday, 3 November 2014

-To be Continue-

**
Gelap berganti terang sudah hampir nampak di pelupuk mata.. dan tak heran jika pagi-pagi itu selalu diteriakkan dengan lantunan-lantunan suara yang merdu, hingga membangunkan seluruh penjuru rumah yang bercahaya itu. Dan di sela-sela teriakan yang merdu, masih nampak seorang gadis kecil berambut lebat yang tengah berbaring di atas kasur tinggi, sekujur tubuhnya ditutup dengan sehelai kain penghangat... hingga akhirnya... Kreekkkk... pintu yang berukuran 2x3 itu pun terbuka,  dan dibalik pintu itu tengah berdiri pemuda yang gagah, kemudian  melangkahkan kakinya menuju tempat tidur gadis kecil itu, sambil membuka jendela, lalu duduk di sampingnya seraya berkata “Sayang, bangun... sudah jam 05.00, mataharinya pun sudah mau menelan bumi, coba buka matanya, satu saja...” (gadis itu pun membuka mata kirinya sambil melihat jam yang di pegang pemuda itu) tanpa basa-basi, ia langsung  bergejolak dari tempat tidurnya dan hampir saja ia tersungkur...

“hati-hati sayang.. ” ujar pemuda itu. “kenapa papa tidak membangunkan Rara dari tadi. Rara kan  belum shalat pa...” ujar si gadis kecil itu yang masih berselimut pakaian tidur dan raut muka yang kusam. Melihat muka anaknya yang tergesa-gesa, ayah dua anak itu hanya tertawa simpul, bagaimana tidak.. sudah dari tadi ayahnya membangunkan, tapi ia tak kunjung beranjak dari tempat tidurnya.

Sambil tertawa kecil, ayahnya berucap “kalau dibangunin langsung bangun, jangan hanya menjawab -iya- tapi tak kunjung bangun...sudah sana, cepat. Keburu mataharinya naik diatas kepalamu”. Tak banyak komentar, gadis kecil yang berumur 9 tahun itu langsung membersihkan giginya lalu mengambil air wudhu dan shalat.

Setelah selesai, ia segera melipat mukenahnya. Karena makanan yang di masak ibunya telah menggodanya sejak ia beranjak dari tempat tidur, maka ia langsung berlari menuju makanan  yang disediakan ibunya... karena kalau bukan hari libur, ia harus membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, baru ia bisa menyantap makanannya.

“sudah shalat Ra??? ” kali ini yang angkat bicara ibunya, bukan ayahnya yang selalu bertugas membangunkannya. Dengan muka yang sedikit cemberut gara-gara ia telat dibangunkan, ia menjawab pertanyaan ibunya “sudah ma... tapi ma, papa tadi bangunin Rara jam 05.00. hampir saja Rara tersungkur gara-gara lihat jamnya” ayah yang sudah duduk di meja makan tertawa mendngarkan pengaduan anaknya, begitu juga dengan ibu dan kakaknya. “Rara itu sudah dibangunkan sejak jam 04.30, tapi rara belum bangun-bangun, jangankan bangun, memberikan sinyal bangun pun tidak”. kali ini bukan ibunya yang menjawab tapi kakaknya yang berusia 18 tahun. Ia langsung duduk sambil mengucek matanya yang masih menyipit, dan bertanya kepada ibunya “mama pagi ini masak apa ma?”. Karena tak sabar  menanti jawaban ibunya, ia langsung melihat isi piring yang sudah memanggil perutnya dan ingin bersegera menyantapnya “asikkkk... mama masak kesukaan Rara.., nasi goreng dan telor mata sapi. Nyam... nyam... nyam” melihat tingkah laku gadis kecil itu, orang-orang yang berada disana pun tertawa. Bagaimana tidak... mata yang sejak tadi masih menyipit, jadi melotot gara-gara masakan.



Setelah beberapa menit, akhirnya tandas juga makanan di meja itu. “Ra, kau tidak ingin meminum susunya??” dengan senyum kakaknya bicara menatap adiknya “enak saja.. mama kan bikinin untuk Rara, bukan untuk kak Redho. Kalau kakak mau, bikin sendiri dong....”. Kembali orang-orang di meja tertawa melihat muka masam gadis kecil itu. Setelah lenggang, gadis kecil itu angkat bicara “kak, Rara nanti temenin beli buku ya, ada tugas dari pak guru...” dengan spontan kakanya menjawab “gak mau, kalau Rara ada tugas, beli sendiri dong...” Redo mengembalikan kata-kata adiknya dan disusul dengan tertawa kecil di sekitar meja makan, sambil tertawa ibunya berlirih “sudah, sudah.. kalian ini.. pagi-pagi sudah ada-ada saja yang di ributkan”.  

-to be continue-

No comments: